Thursday, December 27, 2018

THE POWER OF DEVICE LINK PROFILES

For many people, the practice of color management is synonymous with using ICC profiles. Profiles describe the specific color space of a device, be it a camera, scanner, or some type of output system like a toner or lithographic printing press. In a traditional ICC workflow, two profiles are required for the complete transformation—an input profile and an output profile, with CIE L*a*b* serving as the color space that connects them, referred to as the Profile Connection Space.

Thinking only of device profiles was understandable because during the developmental years of color management, practitioners were still trying to understand how to apply device profiles, and since early ICC specifications didn’t support device link profiles, creating and using linked profiles was only possible with specialty software.

Times have changed. Last decade the International Color Consortium specifications began to support device link profiles, which expanded the choices of software and RIPs to create and use them. GRACoL and
ISO 12647-2 have also emerged in popularity and device link profiles are ideal to convert content to and from these specifications and standards throughout the myriad of different printing conditions available. Printing companies would be wise to use link profiles in situations when they overcome problems created by traditional device profiles.

What Device Link Profiles Do
Device link profiles convert color directly from one color space to another color space, without the use of an independent profile connection space. It defines the conversion from a source color space to a destination color space by using a look-up table that connects specific input values (e.g., C10 M30 Y20 K10) and corresponding output values (e.g., C9 M28 Y19 K9). In general, the larger the number of “points” in the lookup table, the more accurate the conversion in the link profile. In contrast to device profiles, only one device link profile is needed for the complete transformation.

When to Use Device Link Profiles
By far, the most common use of device link profiles in the printing industry is when it is necessary to repurpose a CMYK file from its original destination color space to a different CMYK destination color space. Examples are when a file is originally separated for a standard condition like GRACoL but must now to be converted to the precise color space of the press that will print the file, or when a CMYK file for the proofer is being converted to the color space for the press. In these instances, using CIE L*a*b* as the connecting space can create undesirable effects such as unsmooth color gradients and converting solid black to a four-color black.

Advantages and Disadvantages
Compared to using traditional profiles, device link profiles have three main advantages when converting from one CMYK space to another:

  • Preserving the black channel of the input color space—black text, tints, and solids are maintained as is, thus a 100% black stays 100% black
  • Preventing contamination by other colors—the purity of the primary colors (C M Y K) and secondary colors (CM CY and MY) are protected
  • Adding some type of ink/colorant optimization that results in ink/colorant savings and better color stability on press

On the other hand, device link profiles are not as flexible as other ICC profiles. A device link profile can only be used for a conversion between two specific device color spaces; a different profile will be needed for each pair of device color spaces. It also can’t be embedded into an image, and only one rendering intent is available—the intent that was selected at the time the link profile was created.

Bottom Line
There are times when device link profiles will result in more reliable color, most notably when converting from one device CMYK color space to another. Newer versions of profiling software can generate such profiles and color RIPs can process them. If your company hasn’t been using them, Printing Industries of America encourages you to take advantage of the power of device link profiles.

Friday, December 21, 2018

How to Make a Contour Cut Outline in Illustrator

Ada 2 software yang biasa digunakan untuk membuat Contour Cut Outline, yakni Corel Draw dan Adobe Ilustrator.

Berikut step-step membuat Contour Cut Online dengan Adobe Ilustrator:
1. Persiapkan Adobe Ilustrator dengan Image yang akan dibuat Contour nya.


2. Buat Layer baru, beri nama misal Layer Cut.


3. Copy Image di Layer Image ke Layer Cut dengan fitur Edit > Paste in Place


4. Lock Layer Image


5. Lakukan Image Trace pada object gambar di Layer Cut. Dapat diakses di Window > Image Trace. Lalu lakukan pengaturan seperti gambar dibawah ini. Geser Threshold ke kanan sampai object image tertutup warna hitam secara maksimal.



6. Klik Object > Expand


7. Berikut hasilnya setelah di Expand


8. Switch warna pada image, sehingga Fill = none, dan Stroke = Black
      

9. Maka akan diperoleh seperti gambar di bawah ini.


10. Matikan Visibility Layer image terlebih dahulu


11. Hapus semua garis vektor yang berada di tengah object image kita, sehingga menjadi seperti gambar di bawah ini.


12. Klik Path > Offset Path (untuk membuat outline yang tidak menempel dengan image)


13. Offset menunjukkan jarak outline baru ke outline yang lama. Untuk Joins bisa dipilih antara Miter/Round/Bevel.


14. Setelah terbentuk outline baru, jangan lupa hapus outline yang lama.


15. Hidupkan Visibilty Layer Image dan Countour telah terbentuk.


Demikian sharing dari penulis, semoga bermanfaat.

Thursday, December 13, 2018

Barcode

Definisi Menurut Wikipedia:
barcode (also bar code) is an optical, machine-readable representation of data; the data usually describes something about the object that carries the barcode. Traditional barcodes systematically represent data by varying the widths and spacings of parallel lines, and may be referred to as linear or one-dimensional (1D). Later, two-dimensional (2D) variants were developed, using rectangles, dots, hexagons and other geometric patterns, called matrix codes or 2D barcodes, although they do not use bars as such. Initially, barcodes were only scanned by special optical scanners called barcode readers. Later application software became available for devices that could read images, such as smartphones with cameras.

Barcode sering digunakan dalam dunia printing, karena kemudahannya dalam menyimpan informasi dan kemudahannya untuk dibaca dengan alat-alat seperti barcode scanner.

Untuk mengenerate suatu barcode, bisa menggunakan berbagai generator yang tersedia di web seperti:
https://barcode.tec-it.com/en

Untuk membaca barcode dapat menggunakan alat barcode reader atau aplikasi-aplikasi barcode scanner yang terdapat di Smartphone. Salah satu Barcode Scanner Apps yang cukup akurat dan cepat dalam pembacaan adalah i-Nigma, bisa di download di Google Playstore.

Mengenal Jenis – Jenis Barcode
Ketika memilih jenis barcode yang sesuai dengan produk, inventori atau aset yang dimiliki, maka kita akan dihadapkan dengan banyak pilihan. Secara umum ada 2 jenis barcode, yakni 1D (one dimensional) dan 2D (two dimensional), yang kemudian masing – masing terbagi menjadi beberapa macam jenis barcode yang lebih spesifik.
Sebelum mulai mengenal macam-macam jenis – jenis barcode, ada baiknya memahami dulu tentang character set yang ada pada setiap jenis barcode.

Character Set
Biasanya ada tiga jenis karakter dalam barcode, yaitu numeric, alpha numeric dan ASCII. Numeric berisi angka saja (0-9). Alpha numeric berisi angka dan huruf (0-9 dan A-Z). Sedangkan ASCII berisi karakter ASCII (0-127) yang lengkapnya bisa dilihat di sini http://www.asciitable.com/..
Berikut ini adalah pembagian isi karakter dari barcode 1D dan 2D.
Character Set1D Barcode2D Barcode
NumericUPC-A, UPC-E, EAN 13, EAN 8, Industrial 2 of 5, Interleaved 2 of 5, Codebar, Code 11
Alpha-numericCode 39, Code 93
Full ASCIICode 128QR Code, Data Matrix, PDF417

Setelah memahami character set, maka langkah berikutnya adalah mengenal dan memahami jenis – jenis barcode, sebagai berikut:
  • One Dimensional (1D)
Bercode 1 dimensi atau One Dimensional (1D) disebut juga sebagai barcode linear yang digambarkan secara sistematis dalam bentuk garis paralel dengan spasi dan ketebalan yang berbeda. Yang termasuk barcode 1 dimensi ini antara lain.

  1. Kode UPC / UPC Code (Universal Product Code)
UPC-A
UPC-A barcode dibuat oleh IBM pada tahun 1971. UPC-A berisi 11 digit informasi ditambah 1 check digit. Jadi total ada 12 digit. Yang 11 digit biasanya dibagi menjadi 3 bagian:
  • Digit pertama adalah tipe produk
  • 5 Digit kedua merupakan informasi pabrikannya
  • 5 digit terakhir adalah informasi dari produk tersebut.
Contoh dari UPC-A barcode adalah sebagai berikut:
Barcode UPC-A
Dimana digunakan?
UPC-A barcode banyak digunakan pada POS (point of sales) dalam industri retail maupun gudang.
UPC-E
UPC-E merupakan variasi dari UPC-A tapi lebih ringkas dengan menghilangkan beberapa hal yang tidak perlu. Sehingga ukurannya bisa setengah dari UPC-A. Biasanya digunakan pada space yang tidak muat jika menggunakan UPC-A.
Contoh UPC-A Barcode:
Contoh UPC-A
Contoh UPC-E Barcode:
UPC-E Barcode
Dimana digunakan?
Sama dengan UPC-A, tipe ini digunakan pada retail maupun gudang terutama di negara Amerika Serikat dan Canada.

        2. Kode EAN / EAN Code (European Articles Numbering)
EAN 13
EAN-13 diciptakan oleh Europe Article Number (EAN). Sehingga jenis barcode ini banyak digunakan di negara Eropa.
EAN-13 terdiri dari 13 digit (12 data dan 1 check digit) yang merupakan modifikasi dari sistem Universal Product Code (UPC). Maka dari itu, banyak reader yang bisa membaca EAN-13 sekaligus dapat membaca tipe UPC-A.
13 digit dari EAN-13 terdiri dari:
  • 2 atau 3 digits nomor sistem atau kode negara
  • 5 atau 4 digits untuk pabrikan atau perusahaan
  • 5 digits untuk kode produk
  • 1 digit untuk cek
Contoh EAN-13 seperti berikut:
Jenis Barcode EAN-13
Dimana digunakan?
EAN-13 banyak digunakan pada POS dan retail.
EAN 8
EAN-8 merupakan versi kecil dari EAN-13, terdiri dari:
  • 2 atau 3 digit kode negara
  • 4 atau 5 digit data (pabrikan dan produk)
  • 1 digit untuk cek
Berikut contoh dari EAN-8:
Barcode EAN-8
Dimana digunakan?
Jenis ini biasanya digunakan untuk produk retail yang menyediakan tempat kecil untuk kode seperti permen, rokok, pencil dan permen karet.

     3. Code 39
Code 39 sudah dikenal sejak tahun 1974 dan hingga kini masih menjadi tipe barcode yang paling banyak digunakan di berbagai negara. Code 39 adalah tipe barcode yang paling populer digunakan di dunia barcode non-retail dengan variable digit yang panjang yakni 39 digit atau karakter. Namun seiring perkembangannya kini variabel digitnya mencapai 43.
Berikut contohnya:
Jenis barCode 39
Dimana digunakan?
Code 39 biasanya digunakan untuk industri otomotif, pemerintahan, pabrik, logistik, pos, dan kesehatan.

     4. Code 128
Code 128 merupakan jenis barcode dengan kerapatan tinggi yang dapat mengkodekan seluruh simbol ASCII (128 karakter). Dapat memuat kode angka 0 hingga 9, huruf A sampai Z. Dapat menampung data dalam jumlah besar yang kemudian dikodekan dalam ukuran yang kecil. Code 128 seringkali dipilih karena memiliki daya tampung karakter yang besar namun dapat dikodekan menjadi bentuk yang sangat padat dan kecil.
Berikut contoh barcode tipe Code 128 alfanumerik:
Code 128
Dimana digunakan?
Dikarenakan Code 128 memiliki kepadatan atau tingkat kerapatan yang tinggi maka sangat cocok digunakan di bidang logistik dan industri transportasi.

     5. ITF (Interleaved 2 of 5)
Interleaved 2 of 5 hampir sama dengan industrial 2 of 5 yakni dalam 5 digit selalu ada 2 yang tebal dan 1 yang tipis. Bedanya, interleaved 2 of 5 memiliki tingkat kerapatan yang lebih tinggi sehingga bentuknya lebih kecil.
Berikut contohnya:
Jenis Barcode Interleaved 2 of 5
Dimana digunakan?
Interleaved 2 of 5 digunakan pada label kemasan, distribusi, gudang, industri, dan logistik.

     6. Code 93
Code 93 diciptakan pada tahun 1982 oleh perusahaan Intermec dengan tujuan untuk melengkapi dan meningkatkan Code 39. Ukurannya pun lebih pendek dibanding Code 39. Setiap karakter Code 93 memiliki 9 modul tebal, dan selalu memiliki 3 batang dan 3 spasi.
Pada umumnya bentuk barcode tipe Code 93 adalah sebagai berikut:
Code 93
Dimana digunakan?
Code 93 telah digunakan secara luas untuk mengidentifikasi paket logistik, inventori retail, komponen alat elektronik, sektor pabrik, dan POS.

     7. Codabar
Codabar ditemukan pada tahun 1972 oleh perusahaan Pitney Bowes. Bisa memuat hingga 16 digit dengan penambahan simbol di awal dan di akhir berupa karakter A,B,C,D,E,*,N, atau T.
Berikut contohnya:
Barcode Codabar
Dimana digunakan?
Barcode codabar digunakan untuk kepentingan logistik dan alat kesehatan profesional serta pendidikan, yang meliputi Bank Darah Amerika Serikat, FedEx, laboratorium foto dan perpustakaan.

     8. GS1 Databar
Barcode jenis GS1 Databar digunakan pada gerai retail untuk mengidentifikasi kupon yang dimiliki konsumen. Jenis barcode ini memiliki ketahanan yang bagus dan tidak mudah rusak. Dikenalkan sejak tahun 2001 dan hingga kini masih menjadi jenis barcode yang paling direkomendasikan untuk kupon retail di Amerika Serikat.
Barcode GS1 databar

     9. MSI Plessey
Barcode MSI Plessey adalah jenis barcode yang digunakan untuk manajemen di bidang retail, seperti pelabelan rak – rak di supermarket.
Barcode MSI Plessey

     10. Code 11
Code 11 disebut juga sebagai USD-8 yang mulai dikenalkan pada tahun 1977. Code ini disimbolkan dengan angka dari 0 hingga 9 dengan tanda (-) sebagai pemisah.
Berikut contohnya:
Code 11
Dimana digunakan?
Code 11 lebih diutamakan digunakan pada Peralatan telekomunikasi.

     11. Industrial 2 of 5
Industrial 2 of 5 telah digunakan sejak tahun 1960. Jenis ini disebut “2 of 5” karena dalam 5 digit selalu ada 2 yang tebal dan 3 tipis.
Contoh barcodenya seperti berikut:
Barcode Industrial 2 of 5
Dimana digunakan?
Industrial 2 of 5 banyak digunakan di tiket pesawat, studio foto maupun di gudang.

  • Two Dimensional (2D)
Bercode 2 dimensi atau Two Dimensional (2D) disebut juga sebagai barcode matrix yang bisa dikatakan lebih canggih daripada barcode 1D, karena bisa memuat ratusan digit karakter yang disimpan dalam ruang yang kecil. Yang termasuk barcode 2 dimensi ini antara lain:

  1. QR Code (quick response code)
QR Code adalah salah satu jenis barcode 2D atau barcode matrix yang mampu mengkodekan berbagai macam data dalam jumlah besar, meliputi angka, huruf, serta karakter khusus. Tidak seperti barcode 1D yang berbentuk batang atau garis, namun QR Code tampak sabagai rangkaian sel – sel berwarna hitam dan putih. Penggunaan QR Code sangat populer seiring maraknya penggunaan teknologi mobile. Pertama kali dikembangkan oleh Toyota, anak perusahaan Denso pada bulan September 1994, dan telah disahkan oleh ISO dan IEC.
QR Code didisain untuk dapat dipindai dengan cepat. Memiliki keistimewaan dapat dibaca hingga 360 derajat, memiliki kerapatan data yang tinggi, dapat mengkodekan 1817 karakter huruf Cina, 7089 angka atau 4296 huruf Inggris, keakuratan lebih tinggi sehingga meski QR Code mengalami kerusakan tetap bisa dibaca dengan tepat.
Bentuk umum QR Code adalah sebagai berikut:
QR Code
Dimana digunakan?
Saat ini QR Code sangat umum digunakan pada konsumen periklanan, kode pembayaran, login ke website, enkripsi data, dan berbagai hal yang berkaitan dengan industri retail, hiburan dan periklanan.

     2. Datamatrix Code
Barcode data matrix juga merupakan salah satu jenis barcode 2D. Pertama kali dikenalkan pada tahun 1994, dan saat ini telah mendapat sertifikasi ISO/IEC. Barcode data matrix menunjang kemajuan sistem pengkodean dengan meminimalisir kemungkinan salah dalam membaca barcode. Barcode ini tetap bisa dibaca meski mengalami kerusakan hingga 60 %. Karena sifat ketahanannya yang kuat inilah barcode data matrix seringkali digunakan pada benda – benda di tempat yang bertekanan tinggi atau terpapar bahan kimia, seperti peralatan elektronik, peralatan operasi bedah, dan papan sirkuit.
Barcode data matrix memiliki ukuran yang fleksibel. Simbol barcode data matrix ini bisa sangat kecil mencapai 2,5mm dimana ukuran ini merupakan ukuran paling kecil diantara semua jenis barcode 2D yang ada. Sedangkan, untuk ukuran dan kapasitas pengkodean data tidak terbatas. Hal inilah yang membuat barcode data matrix mempunyai ukuran yang berbeda – beda.
Secara umum bentuk barcode data matrix adalah sebagai berikut:
Datamatrix Code
Dimana digunakan?
Barcode data matrix sangat populer digunakan pada barang – barang kecil seperti komponen alat elektronik yang berukuran kecil, dan botol obat. Namun secara umum juga digunakan pada bidang industri retail, elektronik, pemerintahan, pemasaran, POS, dan kesehatan.

     3. PDF417
Barcode PDF417 adalah barcode yang berbentuk tumpukan garis lurus yang memanjang. Tipe barcode ini mulai dikenalkan pada tahun 1991 dan telah mendapat sertifikasi ISO.
Setiap barcode PDF417 terdiri dari 3 hingga 90 baris, dan terdapat 1 baris yang pada dasarnya sama dengan barcode 1D. Tipe barcode ini disebut PDF417 karena setiap bentuknya memiliki 4 garis tegak dan spasi yang membentuk 17 kesatuan memanjang.
Bentuk umum PDF417 adalah sebagai berikut:
PDF417
Dimana digunakan?
Barcode PDF417 utamanya digunakan pada bidang transportasi, kartu identifikasi, dan manajemen inventori gudang, serta kearsipan pemerintahan. Sebagian besar wilayah di Amerika menggunakan barcode tipe ini untuk mengkodekan informasi pada surat ijin mengemudi.

     4. AZTEC
Aztec Code
Kode Aztec biasanya digunakan untuk industri transportasi khusunya untuk tiket maskapai penerbangan. Kelebihan dari barcode jenis ini adalah mudah dibaca meski resolusinya buruk. Sehingga jika kode dicetak dengan kualitas kurang bagus atau dengan tampilan yang kurang jelas di layar smartphone tetap bisa terdeteksi dengan mudah.

Source: http://blog.kanasecure.com/mengenal-jenis-jenis-barcode/

Thursday, November 15, 2018

How to Calculated Ink Coverage (%) on Paper/Media

Ada beberapa software yang dapat membantu kita dalam membaca toner coverage. 
Salah satu software yang dapat digunakan adalah software APFill Ink and Toner Coverage Calculator.
Software ini berbayar, tetapi dapat digunakan trial selama 30 hari.
Walaupun bersifat trial, tetapi software ini dapat menjadi alat bantu yang bagus bagi kita untuk melakukan pembacaan Toner Coverage pada suatu Design aplikasi.

Software ini dapat membaca multi Spot Color pada suatu halaman, sekaligus dapat membaca beberapa halaman sekaligus.
Silahkan bagi anda yang ingin mencoba Software tsb, linknya dibawah ini:
Download Link: https://avpsoft.com/products/apfill/download/ (trial 30 hari)



Untuk software lain, dapat menggunakan software Adobe Photoshop dengan fitur Histogram  yang dapat diakses dari menu Windows lalu pilih Histogram.

Langkah-Langkah nya sbb:
1. Klik Layer yang berisi Image kita
2. Buang Selection dengan cara tekan Ctrl+D pada keyboard
3. Klik tombol refresh di kanan atas jendela Histogram

4. Pilih Color yang ingin di cari coverage nya, misal Gold

5. Klik di jendela grafik Channel, lalu Drag dari kanan ke kiri untuk menselect warna channel yang diinginkan (misal: Gold) dengan density berapapun.

6. Kemudian perhatikan angka di bawahnya. Angka Percentile sebesar 25.45% merupakan Coverage dari Channel Gold. Angka tersebut diperoleh dari Jumlah Pixel Warna Gold 2.204.696 (Count) dibagi 8.663.524 (Pixels). Dimana 8.663.524 adalah Pixel media keseluruhan dalam hal contoh ini adalah media A4.

Demikian contoh aplikasi yang dapat digunakan. Walaupun demikian, kita harus ingat bahwa software hanya menunjukkan persentase suatu "warna" dan tint/densitynya terhadap suatu ukuran "media". Sedangkan aplikasinya pada jumlah toner/ink tentu akan ada banyak faktor yang mempengaruhinya, seperti Color Management yang digunakan, konfigurasi TRC di mesin, dll.